tuberkulosis

Tuberkulosis Sidoarjo Mengkhawatirkan, Dr. Ronny Serukan Aksi Bersama Lintas Sektor

fk.umsida.ac.idKabupaten Sidoarjo menjadi sorotan dalam upaya nasional eliminasi tuberkulosis (TB). Dalam Forum Koordinasi Lintas Sektor Penanggulangan TB (tuberkulosis) yang digelar di Hotel Aston Sidoarjo, Selasa (29/4), terungkap bahwa temuan kasus tuberkulosis di wilayah ini justru melebihi estimasi nasional. Fakta ini mendorong berbagai pihak, termasuk akademisi dan tenaga medis, untuk memperkuat langkah bersama dalam penanganan tuberkulosis secara menyeluruh.

Lihat juga: Banyak Kasus yang Melibatkan Dokter PPDS, Dosen Kedokteran Umsida: Benahi Sistemnya

Kehadiran Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FK UMSIDA), Dr. dr. Ronny Sutanto, SpOT (K), dalam forum tersebut menandai keterlibatan aktif dunia akademik dalam mendorong pendekatan preventif berbasis komunitas. Secara sigap dan siap, Dekan Fakultas Kedokteran Umsida tersebut membersamai gerakan serta menyerukan tekat untuk saling fokus dalam penanganan tuberkulosis.

Data Temuan Tuberkulosis Melebihi Estimasi

tuberkulosis

Dalam forum yang mempertemukan unsur pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat, hingga institusi pendidikan, terungkap bahwa jumlah kasus TB di Sidoarjo tahun 2024 mencapai lebih dari 6.000 kasus, melampaui estimasi awal sebesar 5.823. Tak hanya itu, ditemukan pula 97 kasus TB resistan obat dan peningkatan kasus TB anak hingga 802 kasus atau 71 persen.

“Masalah TB di Sidoarjo menjadi perhatian karena daerah ini menduduki posisi ketiga dengan kasus tertinggi di Indonesia,” terang salah satu narasumber forum.

Dr. Ronny Sutanto dalam sesi diskusi menyampaikan bahwa situasi ini menuntut intervensi lintas sektor yang lebih kuat dan terintegrasi. Ia menekankan pentingnya sinergi antara edukasi, deteksi dini, dan penguatan layanan primer dalam menekan laju penyebaran TB.

Indonesia Targetkan Eliminasi Tuberkulosis Tahun 2030

tuberkulosis

Sebagai bagian dari strategi nasional, pemerintah menargetkan Indonesia bebas TB pada tahun 2030. Pemerintah Indonesia terhitung hingga saat pertemuan berlangsung, telah menyatakan kesiapannya untuk berambisi dalam mencapai eliminasi total TB pada tahun 2023. Sehingga pada tahun tersebut, kasus TB diharapkan telah menurun secara signifikan sesuai target yang telah ditentukan atau bahkan diharapkan dapat hilang.

Sebagai wujud komitmen tersebut, pemerintah siap dengan kuat menciptakan masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit menular kronis. Hal ini ditegaskan dalam forum dengan menyebutkan empat indikator utama:

  1. Penemuan kasus hingga 100 persen,

  2. Cakupan pengobatan minimal 95 persen,

  3. Keberhasilan pengobatan lebih dari 90 persen, dan

  4. Pemberian terapi pencegahan (TPT) minimal 80 persen.

Namun, seperti dijelaskan oleh Dr. Ronny, pencapaian target tersebut tidak bisa hanya dibebankan kepada sektor kesehatan semata. “Kita memerlukan model pendekatan pentahelix. Pemerintah, akademisi, masyarakat, sektor bisnis, dan media harus bersatu,” ujarnya.

Hal ini lah yang perlu di garis bawahi dan terus menjadi prioritas. Semakin banyak genggaman tangan dan kolarborasi, maka diharapkan semakin cepat memperoleh hasil yang memuaskan.

Beban Pengobatan Tinggi, Pencegahan Lebih Efektif

Dalam wawancara di sela forum Dr. Ronny menyoroti beban besar dalam pengobatan TB, terutama pada kasus resistan obat dan TB anak. Beliau menegaskan bahwa penguatan edukasi masyarakat adalah kunci untuk mencegah penularan sejak dini.

“Beban pengobatan TB sangat berat, baik secara biaya maupun durasi terapi. Oleh karena itu, pendekatan pencegahan harus menjadi prioritas dalam kebijakan publik,” ujarnya.

Menurut beliau, Fakultas Kedokteran UMSIDA akan terus memperkuat kurikulum dan kegiatan pengabdian masyarakat yang sejalan dengan semangat dokter promotif dan preventif khususnya dalam isu TB.

Kasus TB resistan obat menjadi tantangan tersendiri karena memerlukan terapi lini kedua yang lebih mahal, berdurasi lebih lama, dan memiliki risiko efek samping yang lebih besar, sehingga upaya pencegahan menjadi pilihan paling strategis.

Kolaborasi Multisektor dan Komitmen Bersama

Forum ini dihadiri oleh lebih dari 20 institusi dan organisasi, mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Java, Isamitsu, hingga organisasi kemasyarakatan seperti Aisyiyah dan Tim PKK. Kehadiran FK UMSIDA yang diwakili langsung oleh Dr. Ronny, mempertegas peran aktif perguruan tinggi dalam mendukung eliminasi TB.

Sebagai hasil forum, disepakati tiga poin komitmen bersama:

  1. Mendukung penanggulangan TB secara aktif dan berkelanjutan;

  2. Mengintegrasikan program TB ke dalam kebijakan institusi;

  3. Memperkuat edukasi dan sistem rujukan komunitas.

Dr. Ronny menutup forum dengan ajakan terbuka kepada seluruh sektor untuk tidak lagi bekerja sendiri-sendiri. “Kita harus bergerak sebagai satu sistem. Eliminasi TB bukan mimpi, tapi butuh kerja konkret dan berkelanjutan,” tegasnya.

penulis: Kiki Widyasari Hastowo