Fakta Efek Antioksidan dari Saffron, Ini Kata Dosen Umsida

fk.umsida.ac.idDosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Arlinda Silva Prameswari, bersama tim peneliti dari Universitas Airlangga, melakukan studi sistematik dan meta-analisis untuk mengevaluasi efek antioksidan dari saffron (Crocus sativus L.), khususnya dalam menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) sebagai penanda stres oksidatif pada pasien diabetes melitus tipe 2.

baca juga: Dokter Umsida Sebut Independensi Kolegium Kedokteran Perlu Dikembalikan

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin meningkat jumlah kasusnya di Indonesia. Dikenal sebagai gangguan metabolik, diabetes terjadi ketika tubuh tidak mampu memproduksi atau menggunakan insulin secara efektif, sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah (glukosa) meningkat secara abnormal.

Insulin adalah hormon penting yang berfungsi membantu sel tubuh menyerap glukosa dari darah untuk diubah menjadi energi. Tanpa kerja insulin yang optimal, glukosa menumpuk dalam darah dan menimbulkan dampak sistemik bagi tubuh.

Memahami Diabetes dan Pentingnya Pengendalian Sejak Dini

saffron

ilustrasi: pexels

“Diabetes bukan hanya tentang gula darah tinggi, tapi tentang bagaimana tubuh tidak mampu mengelola energi dengan baik. Jika tidak dikendalikan, kerusakan organ bisa terjadi secara perlahan,” ungkap dr Arlinda Silva Prameswari.

Pengendalian diabetes sangat penting untuk mencegah komplikasi serius jangka panjang. Diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gangguan pada jantung, ginjal, mata, saraf, bahkan berujung amputasi.

“Komplikasi diabetes itu diam-diam menghancurkan tubuh. Pasien bisa mengalami kerusakan ginjal tanpa disadari, atau tiba-tiba kehilangan penglihatan karena retinopati diabetik. Pengendalian sejak dini sangat penting,” tambah dosen Fakultas Kedokteran Umsida tersebut.

Saffron dan Potensinya sebagai Antioksidan Alami

 

Saffron (Crocus sativus L.), rempah yang dikenal sebagai bahan masakan mahal, kini semakin menarik perhatian dunia medis berkat kandungan antioksidannya yang potensial. Dr Arlinda menelaah lebih dalam bagaimana hasil bunga ini berperan sebagai agen antioksidan, khususnya pada penderita diabetes melitus tipe 2.

Antioksidan merupakan senyawa yang berfungsi menangkal efek negatif dari radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas adalah molekul tidak stabil yang dapat merusak sel dan jaringan, serta menjadi penyebab berbagai penyakit kronis seperti kanker, penyakit jantung, dan diabetes.

“Crocus sativus L. mengandung senyawa aktif seperti crocin, crocetin, dan safranal yang bekerja sebagai antioksidan kuat. Senyawa ini membantu mengurangi stres oksidatif yang memperparah komplikasi diabetes,” terangnya.

Kajian dilakukan terhadap berbagai uji klinis terkontrol secara acak (RCT) yang mengukur kadar MDA sebagai salah satu biomarker utama untuk menilai stres oksidatif yang berperan dalam komplikasi diabetes.

Bagaimana Cara Kerja Saffron sebagai Antioksidan?

saffron

ilustrasi

Dalam konteks medis, hasil bunga ini bekerja melalui beberapa mekanisme. Salah satunya adalah menghambat peroksidasi lipid atau proses kerusakan lemak akibat radikal bebas yang ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehyde (MDA), yakni salah satu biomarker stres oksidatif dalam tubuh.

“Penurunan kadar MDA menjadi indikator bahwa suatu zat memiliki efek antioksidan. Kami mengevaluasi apakah saffron bisa menurunkan MDA pada pasien diabetes,” lanjut beliau.

Namun dari penelitian dengan menggunakan enam database internasional, yaitu PubMed, Cochrane Library, ScienceDirect, Web of Science, CNKI, dan CBM ini memberikan hasil meta-analisis yang dilakukan terhadap beberapa uji klinis acak terkontrol (RCT),hasil bunga ini belum menunjukkan efek yang signifikan secara statistik dalam menurunkan kadar MDA pada pasien diabetes tipe 2.

“Temuan ini menjadi titik evaluasi penting bagi dunia riset herbal. Kita perlu melanjutkan dengan studi yang lebih besar dan lebih terstandarisasi,” jelas dr Arlinda.

Hal ini menandakan bahwa meski secara teori saffron memiliki kandungan antioksidan tinggi, efek klinisnya masih perlu pembuktian lebih lanjut. Temuan memberikan hasil bahwa belum ada konsensus kuat mengenai efektivitas hasil bunga ini sebagai agen antioksidan dalam menurunkan MDA pada populasi pasien diabetes.

Kapan dan Bagaimana Saffron Digunakan?

Hasil bunga ini biasanya dikonsumsi dalam bentuk suplemen, ekstrak kapsul, atau infus herbal. Dalam pengobatan tradisional, hasil bunga ini telah lama digunakan untuk meredakan nyeri, meningkatkan mood, dan memperbaiki kualitas tidur.

Dalam dunia kedokteran modern, perhatian kini tertuju pada manfaatnya untuk membantu pengendalian kadar gula darah dan memperbaiki profil inflamasi tubuh.

“Dosis yang digunakan dalam studi klinis berkisar antara 30 hingga 100 mg per hari, tergantung dari tujuan terapeutiknya,” ujar dokter sekaligus dosen tersebut.

Beliau juga menegaskan bahwa penggunaanhasil bunga ini sebaiknya tetap berada di bawah pengawasan medis, khususnya untuk pasien dengan kondisi kronis seperti diabetes.

Langkah Selanjutnya yang Diharapkan

Peneliti merekomendasikan dilakukannya studi lanjutan dengan desain yang lebih seragam, durasi intervensi yang lebih panjang, dan jumlah sampel yang lebih besar.

Penelitian juga perlu mengeksplorasi lebih jauh mekanisme molekuler hasil bunga ini serta potensi kombinasi dengan terapi lain untuk memberikan efek antioksidan yang lebih nyata.

Riset ini memperlihatkan dedikasi FK Umsidadalam mendorong penelitian ilmiah berbasis herbal yang tidak hanya fokus pada hasil positif, tetapi juga menyampaikan data secara objektif dan transparan demi kemajuan dunia kesehatan berbasis bukti.

Temuan ini menjadi pijakan penting dalam pengembangan terapi komplementer yang lebih efektif dan kontekstual di Indonesia.

Penulis: Kiki Widyasari Hastowo