fk.umsida.ac.id – Kasus gagal ginjal pada remaja semakin menjadi perhatian di Indonesia. Selasa, 8 Juli 2025, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menggelar seminar daring yang salah satunya membahas isu kesehatan anak yang mendesak, yaitu upaya pencegahan sindrom nefrotik melalui skrining urin tahunan di seluruh sekolah di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan laporan terkait usulannya kepada pemerintah untuk melakukan penapisan urin sekali dalam setahun kepada anak-anak sekolah. Mengingat pentingnya skrining dini untuk mendeteksi masalah ginjal sebelum terlambat.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com
Seiring dengan gaya hidup yang kurang sehat dan kebiasaan yang berisiko, penyakit ginjal semakin banyak dijumpai pada kelompok usia muda, bahkan sejak usia remaja. Dr Rifda Savirani MHPE, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, menyampaikan pandangannya mengenai penyebab utama dan langkah pencegahan penyakit ginjal pada remaja.
Faktor Penyebaran dan Penyebab Gagal Ginjal pada Remaja
Menurut dr Rifda, faktor utama yang menyebabkan gagal ginjal pada remaja adalah kebiasaan buruk seperti kurang minum air, konsumsi makanan tinggi garam dan gula, serta penggunaan obat tanpa pengawasan dokter.
“Gejala awal gagal ginjal seperti lemas, mual, atau bengkak ringan sering disalahartikan sebagai kelelahan biasa atau kurang tidur. Remaja cenderung merasa tubuhnya masih kuat, sehingga gejala-gejala ini sering diabaikan,” jelas dr Rifda.
Selain itu, kebiasaan diet ekstrem dan kurangnya olahraga turut meningkatkan risiko gagal ginjal di kalangan remaja.
“Penting untuk menjaga pola makan yang sehat, cukup hidrasi, dan rutin berolahraga agar ginjal tetap sehat,” tambahnya.
Skrining Dini untuk Pencegahan Gagal Ginjal
Menyadari pentingnya deteksi dini, IDAI juga menyuarakan hal serupa. IDAI mengusulkan skrining urin untuk siswa guna mencegah penyakit ginjal pada anak-anak dan remaja.
“IDAI sudah mengajukan hal ini kepada Kementerian Kesehatan. Langkah ini patut dilakukan guna mencegah terjadinya sindrom nefrotik pada anak. Dan salah satu faktor sindrom nefrotik berupa fungsi ginjal tidak bekerja dengan baik, yang ditandai dengan kebocoran protein dalam urin, kadar albumin rendah dalam darah, serta pembengkakan pada tubuh,” kata Dr dr Ahmedz Widiasta Sp A Subsp Nefro(K) M Kes.
Baca juga: Mikroplastik Makin Banyak Ditemui di Tubuh Manusia, Ini Kata Pakar Umsida
Dalam laporan tersebut, IDAI menekankan bahwa skrining ini perlu dilakukan untuk memonitor potensi adanya gangguan ginjal pada anak, terutama mereka yang berisiko tinggi.
IDAI juga mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ginjal.
Skrining urin merupakan langkah awal yang mudah dilakukan untuk mengetahui apakah ada gangguan pada fungsi ginjal juga dalam bentuk mempermudah penghematan dana.
“Kita perlu mendorong sistem jaminan kesehatan agar mendukung deteksi dini. Kalau sudah kronik, biaya jauh lebih besar dan kualitas hidup anak juga menurun,” tambah anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI.
Dampak Sosial dan Psikologis pada Remaja dengan Gagal Ginjal
Kasus gagal ginjal pada remaja tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga menimbulkan dampak sosial dan psikologis. Dr Rifda mengungkapkan bahwa banyak remaja merasa terisolasi dan bahkan stigma negatif kerap dialami oleh mereka yang terdiagnosis gagal ginjal.
“Masyarakat cenderung tidak memahami bahwa gagal ginjal juga dapat menyerang remaja, yang mengarah pada diskriminasi dan marginalisasi,” jelasnya.
Gagal ginjal umumnya terjadi pada usia 40 tahun ke atas, terutama bagi yang memiliki riwayat diabetes atau hipertensi. Namun, belakangan ini, remaja dan dewasa muda juga semakin banyak yang mengalami gagal ginjal.
Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti infeksi ginjal berulang, konsumsi suplemen atau obat tanpa pemantauan dokter, serta kebiasaan makan yang tidak sehat, seperti makanan tinggi garam, makanan ultra-proses, dan minuman manis. Penyakit autoimun juga menjadi faktor risiko lainnya.
Upaya Kolaborasi untuk Meningkatkan Kesadaran Masyarakat
Untuk mengatasi masalah ini, dr Rifda menyarankan agar ada lebih banyak kolaborasi antara lembaga pendidikan, institusi kesehatan, dan pemerintah. Dengan adanya skrining rutin dan program edukasi kesehatan yang intensif, masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan ginjal sejak usia dini.
FK Umsida terus berperan aktif dalam upaya meningkatkan kesadaran kesehatan di kalangan mahasiswa dan masyarakat, melalui kegiatan edukasi kesehatan dan program pemeriksaan gratis.
Salah satu kegiatan yang baru-baru ini dilakukan adalah program pemeriksaan kesehatan gratis bagi masyarakat yang dilaksanakan pada Minggu pagi di GOR Sidoarjo maupun Kahuripan, yang mendapat sambutan antusias dari masyarakat setempat.
Dr. Rifda juga berharap bahwa FK Umsida bisa terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, salah satunya dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pencegahan penyakit ginjal.
“Melalui skrining dan edukasi yang tepat, kita dapat mencegah berkembangnya penyakit ginjal yang lebih parah di kalangan generasi muda,” tutupnya.
Penulis: Kiki Widyasari Hastowo