fk.umsida.ac.id – Di tengah tren perjalanan internasional yang semakin mudah, penting bagi pelaku perjalanan untuk mengetahui langkah-langkah pencegahan TBC (Tuberkulosis).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat menyebar melalui udara, dan meskipun penularannya tidak secepat penyakit lain seperti COVID-19 penyakit ini tetap menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat global.
baca juga: Soroti Pentingnya Transparansi Pelaksanaan Uji Klinis Vaksin TBC 2025, ini Kata Dosen FK
Dalam rangka mengurangi risiko penularan, vaksinasi TBC menjadi salah satu topik yang hangat diperbincangkan, terutama terkait dengan kebijakan administratif perjalanan.
Dr. Rengganis, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, berbagi pandangannya mengenai pencegahan tuberkulosis pada pelaku perjalanan serta pertimbangan etika terkait vaksinasi.
Langkah Pencegahan TBC untuk Pelaku Perjalanan
ilustrasi: pexels
Menurut dr Rengganis, langkah pertama yang sangat dianjurkan bagi pelaku perjalanan adalah tes skrining tuberkulosis, terutama bagi mereka yang akan tinggal lebih dari satu bulan di negara dengan prevalensi tuberkulosistinggi.
“Tes seperti Mantoux atau IGRA sangat penting untuk mendeteksi infeksi TBC sejak dini, mengingat infeksi laten TBC bisa berkembang menjadi penyakit aktif jika tidak segera diobati,” ujar dr Rengganis.
Deteksi dini ini tidak hanya melindungi pelaku perjalanan itu sendiri, tetapi juga mencegah penyebaran lebih lanjut apabila ternyata sudah terinfeksi.
Selain tes skrining, etika batuk dan penggunaan masker juga merupakan langkah pencegahan yang sederhana namun sangat efektif.
“Menggunakan masker medis saat bepergian sangat penting untuk mencegah penularan, terutama di ruang publik atau transportasi umum seperti pesawat. Selain itu, tutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin serta cuci tangan setelahnya adalah tindakan dasar yang perlu dilakukan oleh setiap orang.” pengingat dari dokter dengan fokus paru tersebut.
Menghindari paparan di ruang tertutup dan padat juga menjadi langkah penting dalam mencegah tuberkulosis. Ruangan dengan ventilasi yang buruk atau kerumunan orang dapat meningkatkan risiko penularan, sehingga sebaiknya pelaku perjalanan menghindari tempat-tempat tersebut.
Terlebih lagi, konsumsi gizi yang baik dan istirahat yang cukup akan menjaga sistem imun tetap optimal.
“Sistem imun yang kuat sangat penting dalam mencegah infeksi laten menjadi aktif. Gizi yang baik dan cukup tidur adalah kunci menjaga tubuh tetap fit,” tambahnya.
Etika Medis dalam Pemberlakuan Vaksin TBC sebagai Syarat Administratif Perjalanan
ilustrasi: pexels
Isu vaksinasi TBC sebagai syarat administratif perjalanan internasional juga menjadi perbincangan. dr Rengganis menjelaskan bahwa secara etika medis, pemberlakuan vaksin sebagai syarat administratif perjalanan dapat dibenarkan, namun harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan keadilan.
“Vaksinasi harus diberikan dengan adil dan proporsional terhadap risiko penyakit yang ada. Vaksinasi tidak boleh dipaksakan, melainkan diberikan sebagai pilihan dengan pemahaman mengenai risiko dan konsekuensinya,” ujar beliau.
Selain itu, penting juga memastikan bahwa akses terhadap vaksin tidak terkendala oleh masalah finansial atau logistik.
Baca juga: Bagaimana Jika Operasi Caesar Dilakukan oleh Dokter Umum?
“Akses vaksin harus merata, dan tidak boleh ada hambatan yang membuat kelompok tertentu kesulitan untuk mendapatkannya. Dengan pendekatan yang etis, vaksinasi dapat menjadi instrumen penting dalam melindungi kesehatan publik tanpa mengorbankan hak-hak individu,” tambahnya.
Di Indonesia, vaksin BCG telah lama digunakan untuk melindungi bayi baru lahir dari tuberkulosis berat, meskipun efektivitasnya pada orang dewasa terbatas.
Vaksin yang lebih baru, seperti M72/AS01E, yang masih dalam uji klinis, memiliki potensi yang lebih besar untuk mencegah perkembangan infeksi laten menjadi tuberkulosis aktif pada dewasa, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi atau pelaku perjalanan.
Pentingnya Pencegahan dan Pendekatan Etis dalam Kebijakan Vaksinasi
Dalam menghadapi tuberkulosis pencegahan menjadi langkah utama yang harus dilakukan, baik melalui tes skrining, etika batuk, penggunaan masker, serta menjaga kesehatan tubuh.
Bagi pelaku perjalanan yang akan mengunjungi negara endemis tuberkulosis, langkah-langkah ini sangat penting untuk mencegah penularan dan melindungi diri sendiri serta orang lain.
Selain itu, kebijakan vaksinasi yang mengatur pemberian vaksin sebagai syarat administratif perjalanan harus didasarkan pada prinsip etika yang baik, dengan memastikan akses yang adil dan tidak memaksakan vaksinasi pada individu tanpa memberikan pilihan yang jelas tentang konsekuensi dari vaksinasi tersebut.
Dr. Rengganis berharap bahwa masyarakat dapat lebih memahami pentingnya pencegahan tuberkulosis dan bahwa kebijakan vaksinasi, jika diberlakukan, dapat dilakukan dengan pendekatan yang etis dan berdasarkan bukti ilmiah yang kuat.
“Vaksinasi tidak hanya untuk melindungi individu, tetapi juga untuk mencegah penyebaran penyakit menular ke orang lain, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan imunokompromais,” tutup dr Rengganis.
Penulis: Kiki Widyasari Hastowo