vaksin TBC

Sejauh Mana Urgensi Perlindungan Vaksinasi TBC untuk Pelaku Perjalanan 2025

fk.umsida.ac.id – Di pertengahan Mei 2025, sejumlah kabar dan hoaks muncul terkait kewajiban vaksinasi TBC bagi pelaku perjalanan termasuk penumpang pesawat. Isu ini memicu kebingungan di kalangan masyarakat, dengan banyak yang mempertanyakan apakah benar vaksinasi tuberkulosis kini menjadi syarat wajib untuk bepergian.

Vaksin TBC M72 yang dikembangkan, saat ini masih dalam tahap uji klinis fase 3 dan belum tersedia untuk penggunaan umum. Uji klinis ini melibatkan lebih dari 2.000 partisipan di Indonesia dan dipantau selama 3 hingga 4 tahun ke depan untuk melihat efektivitas dan keamanannya.

Seberapa Urgent TBC di Indonesia?

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang hingga kini masih menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Negara ini menempati posisi kedua dengan jumlah penderita tuberkulosis terbanyak di dunia, setelah India.

Terkait dengan perjalanan antarnegara yang semakin mudah, muncul pertanyaan tentang seberapa pentingnya vaksin tuberkulosis bagi para pelaku perjalanan.

Menurut dr Rengganis, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, vaksin tuberkulosis bagi pelaku perjalanan umum saat ini tidak dianggap mendesak secara medis.

“Meskipuntuberkulosis memang menular melalui udara, penularannya tidak secepat virus influenza atau COVID-19, dan biasanya membutuhkan kontak erat dalam waktu yang panjang. Oleh karena itu, tidak ada urgensi medis untuk mewajibkan vaksin tuberkulosis bagi pelaku perjalanan umum,” ujar dokter dengan 3 anak tersebut.

Apakah Bepergian dengan Pesawat Meningkatkan Risiko Penularan TBC?

tbc

ilustrasi: pexels

Isu perjalanan menggunakan pesawat sebagai tempat penyebaran tuberkulosis sering kali menjadi perhatian, terutama di masa pandemi. Namun dr Rengganis menjelaskan bahwa bepergian dengan pesawat tidak secara signifikan meningkatkan risiko penularan tuberkulosis pada umumnya.

“Dalam situasi normal, perjalanan pesawat tidak meningkatkan risiko penularan tuberkulosis Namun, pada pasien imunokompromais, seperti mereka yang terinfeksi HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, atau mereka yang menjalani kemoterapi, risiko penularan memang bisa meningkat,” tambahnya.

Pasien imunokompromais yang memiliki penurunan fungsi sistem imun tubuh, terutama pada sel T CD4+, sangat rentan terhadap infeksi tuberkulosis. Baik saat berinteraksi dalam lingkungan tertutup seperti pesawat, maupun dalam kontak jangka panjang dengan individu yang terinfeksi.

Oleh karena itu, bagi kelompok tersebut, pelaksanaan vaksin tuberkulosis atau pencegahan lainnya bisa menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.

Seberapa Efektif Vaksin TBC untuk Mencegah Penularan?

Indonesia saat ini memiliki dua jenis vaksin tuberkulosis, yaitu BCG dan M72/AS01E. Vaksin BCG sudah terbukti efektif untuk melindungi anak-anak dari bentuk tuberkulosis berat, tetapi efektivitasnya pada dewasa terutama dalam pencegahan tuberkulosis paru terbatas.

“Vaksin BCG memang penting untuk anak-anak, namun tidak dapat mencegah penularan atau infeksi laten pada dewasa. Jadi untuk pelaku perjalanan dewasa, manfaat vaksin BCG terbatas,” jelasnya.

Sementara itu M72/AS01E, vaksin yang masih dalam tahap uji klinis menunjukkan potensi yang lebih besar. Vaksin ini memiliki kemampuan untuk mencegah perkembangan infeksi laten menjadi tuberkulosis aktif pada dewasa.

“M72 memiliki peluang besar untuk menjadi pelindung yang lebih efektif, terutama bagi pelaku perjalanan dewasa, dengan mengurangi kemungkinan infeksi tuberkulosis aktif setelah terpapar,” pungkasnya.

Perlunya Pengawasan dalam Penggunaan Vaksin TBC untuk Pelaku Perjalanan

vaksinasi tbc

ilustrasi: pexels

Meskipun vaksin tuberkulosis dapat memberikan perlindungan, dr Rengganis menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan vaksin khususnya dalam konteks perjalanan internasional.

Penggunaan vaksin M72/AS01E yang masih dalam tahap uji klinis membutuhkan pengawasan yang ketat dan transparansi informasi kepada masyarakat.

“Penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk memberikan informasi yang jelas dan terpercaya mengenai manfaat, risiko, dan prosedur vaksin kepada masyarakat, khususnya mereka yang melakukan perjalanan ke negara dengan prevalensi tuberkulosis tinggi,” tambahnya.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan, telah mengatur mengenai penyelenggaraan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang mencakup prosedur vaksin dan penelitian medis.

Oleh karena itu, pengawasan independen dan keterlibatan komunitas lokal juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan program vaksin.

Kesimpulan

Tidak ada kebijakan resmi dari pemerintah Indonesia yang mewajibkan vaksinasi tuberkulosis sebagai syarat bagi pelaku perjalanan, termasuk penumpang pesawat. Informasi yang beredar mengenai kewajiban tersebut adalah hoaks.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan vaksin tuberkulosis untuk naik pesawat. Kemenkes juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang belum terverifikasi dan selalu melakukan pengecekan fakta .

Meskipun vaksinasi tuberkulosis baik BCG maupun M72 memiliki potensi dalam melindungi individu dari infeksi tuberkulosis, urgensinya tidak setinggi vaksinasi penyakit menular lain seperti COVID-19.

Pelaku perjalanan umum tidak memerlukan vaksinasi tuberkulosis secara wajib saat ini meskipun bagi individu dengan kondisi medis tertentu, seperti pasien imunokompromais, vaksinasi bisa menjadi bagian dari langkah pencegahan. Namun, efektivitas vaksin M72 yang masih dalam uji klinis menunjukkan harapan bahwa vaksin ini dapat menjadi pelindung yang lebih efektif bagi pelaku perjalanan di masa depan.

Dalam hal ini, penting untuk terus memperbarui informasi dan penelitian terkait vaksinasi tuberkulosis untuk menjamin kesehatan masyarakat secara lebih luas, sembari mematuhi standar hukum dan etika dalam pelaksanaannya.

Penulis: Kiki Widyasari Hastowo